Selasa, 16 Agustus 2011

Puisi Hanna Zakiyya

HANNA ZAKIYYA, mahasiswi program magister Teknik Metalurgi Universitas Indonesia. Perempuan kelahiran Bukittinggi, 3 September 1989 juga menjadi salah satu pengajar pada Go English Private and Course. Menyelesaikan progam S1 dengan program studi yang sama di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Cilegon Banten. Selama perkuliahan aktif menulis puisi serta mendeklamasikan karyanya pada acar-acara tingkat fakultas hingga kota. Program S1 dilaluinya selama 9 semester, sambil terus berpartisipasi pada lembaga-lembaga kemahasiswaan dan profesi serta asisten laboratorium. Pada Agustus 2011 ini salah satu cerpen karyanya diterbitkan dalam sebuah antologi non-fiksi berjudul “Potongan Tangan di Kursi Tuhan”. Perempuan yang bercita-cita menjadi seorang peneliti ini, sangat meminati bidang ekstraksi metalurgi khususnya logam aluminium. Sebagai peneliti, salah satu penelitiannya telah dimuat pada jurnal nasional tentang logam non-besi dan diseminarkan pada tingkat nasional. Selain pada dunia penulisan perempuan ini juga meminati dunia petualangan dan penguasaan bahasa.

SERPIHAN DI TANAH PADANG

Betapa ingin pita suara ini tergetar
Hanya untuk mengirim pesan cintaku untuk tanah ini
Betapa rindu jiwa ini luruh
Untuk penebus kehormatan dan cita tanah ini
Biru lautnya penghubung Emmahaven ke tanah Pirang
Tak letih kiranya Ia mengeras ditumpu kapal-kapal itu
Terkuras sudah tangisnya kala getar demi getar menyentak perut bumi kami
Tapi awannya tetap putih menghantar tegar di kaki-kaki bukit tepian pantai penghidupan kami
Likuan tanahnya beranak emas
Menelurkan kopi, mengokohkan pondasi-pondasi negeri
Padang… telukmu tempat bukit berbaring
Adalah mata bagi labirin-labirin legenda
Tempat si hitam terguling, melelapkan saksi darah menghitam
Rempahmu hanyut dari sini, alammu tergadai dari sini
Hingga Pauh berontak dan si Pirang menyalak
Ia tetap terbaring di tanah ini, tanah Siti Nurbaya
Pagi ini kusaksikan waktu melahap Padangku
Mengubah ranah menjadi beton-beton angkuh mengurung
Merevisi pedati menjadi kotak-kotak logam beroda
Dan gonjongpun ikut hanyut terbawa arus revolusi
Menyisakan rangkaian bata berjendela.
Detikpun telah menyulap kampung batungku
Mengangkutnya paksa menuju era baru
Meninggalkan Arau di loji pertama
Hingga Rang kayo kaciak luput dari legenda
Dan Muaro bisu tak bicara
Padang… Kemanakah tanahku kau bawa?
Tergusur erakah?
Atau luka dicabik masa?
Padang biarlah darah-darah itu membatu
Hingga tuai-tuai semangat berjibaku
Meroketkan cita sang anak negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar