HUSNIL KHATIMAH, lahir di Kota Padang pada tanggal 11 September 1991. Saat ini sedang menempuh perkuliahan di program Dualdegree di dua universitas yaitu Universitas Negeri Padang pada program Management dari 2009 hingga 2011 dan Northern University of Malaysia pada Collegee of Business (COB) dari September 2011 hingga 2012. Gadis lajang ini mempunyai hobi menulis dan blogging. Beberapa karyanya pernah terbit di koran lokal seperti Padang Ekspress, Tabloit Kampus Ganto, UNP serta di beberapa Buletin Kampus dan Independen.
SEPTEMBER, KOTAKU SEUSAI DUA TAHUN
Merantang petang di balik bebatuan lusuh
Dengan semangkuk rinai yang tertampung di bakul siang
Padang dengan gerimis sore yang memagut mata
Kota yang seusai lelah selalu merampas malam
Adalah seonggok kenangan seusai dua tahun silam
Disaat membuncahnya isak seusai raungan panjang
Kala langkah hendak berarak ke ujung persinggahan
Peraduan yang mengharap mimpi bersuka ria
Tertertam sekejap kelam
Menyatu menjadi empedu yang mencekam
Banyak yang menangis, meringis bahkan teriris-iris
Jika menoreh pada gadis pucuk daun yang terlunta
Maka betapa susahnya merasa iba
Ia terus melongo ke banyak suara tanpa peduli arah
Tertatih menapaki setiap persimpangan
Di wajahnya jelaslah pahit airmata yang tertelan ludah
Wajah setelah dua tahun yang masih terdampar di kolong jembatan
Bathin yang selalu berdoa di malam hujan
Meratap di bawah langit yang tak bertiang
September seusai jeritan dua tahun lalu masih berbaring
Jantung padang tak seramai sebelum hujan
Ranahku ini semakin menyepi, sunyi di antara ratapan orang sakit
Petangnya tak berwajah pelangi merekah
Meski ada yang berdatangan tapi lebih banyak yang bepergian
Airmata padang yang belum terhapuskan
Painan, 12 Agustus 2011
- ruang gelap sebelah kanan -
ADAKAH YANG BISA MENERIMA LENGANKU YANG SEPARUH INI?
Di senja pagiku dengan mengayuh panganan siang
Berlabuh ke ujung muara pantai padang nan terik
Begitu halnya katup mata yang tersisa di seperempat jalan
Menatihkan langkah ke kaki bukit siti nurbaya
Hingga tingginya membubungkan hati ke puncak airmata, rindu yang membuncahkan dada
Dikelopak daun itu masih tersimpan sentuhan semampai
Bila hujan berdatangan ranting-rantingnya yang rapuh melenguhkan isak
Dan isak-isak itu hilang setelah magrib petang
Mengulang hidup ke angka nol
Menata hati yang dua tahun lalu berabu
Terbakar bersama airmata ibu ditengah hujan
Menata hidup dari bayi
Terlahir dari resah yang menyedihkan,menyepi sendiri
Bila musim berhari raya, maka akulah penunggu hujan di gunung padang
Bila padangku berdendang, maka menepis hatiku kedasar muara karang
Bila gunung padang berdoa bersama sungai kuranji yang mengaliri setetes darahku, aku diam
Painan, 24 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar