Kamis, 29 September 2011

Puisi Af Kurniawan

AF  KURNIAWAN, bernama  lengkap  Arif  Fitra  Kurniawan, mencintai  dunia  baca-tulis, menulis  semenjak  di sekolah  dasar, menulis  Puisi, Cerpen, Dongeng  anak. Sejumlah  puisi  pernah  muat  di media cetak dan cyber. Termuat dalam antologi  puisi  FTD-FLP  riau, antologi  Puisi  kasih (tanah  air  udara) oleh  Hasfa  Publisher, Antologi  Puisi ‘GIVE  SPIRIT  FOR  INDONESIA’. Antologi  ‘KADO  UNTUK  INDONESIA’, Antologi  SKETSA ANGIN DIATAS PASIR ( Inzpirazone). buku antologi  baru saja terbit adalah “SEPULUH KELOK DI MOUSELAND”. Kini  aktif  bergiat  di komunitas sastra  LACI KATA  sebagai koordinator program. Penulis  sedang  menimba  ilmu  di  STIEPARI-SEMARANG, semester VI.

ATAS NAMA RENDANG, ATAS NAMA LELAKI

bilamana tiap rantau  berangkat dari subuh  pantai
melayarkan perahu-perahu  matamu yang hendak menggapai
- masa depan dari cahaya yang juntai -
kau  cukupkan sekali saja menengok kompas tangan seseorang
yang kelak akan engkau timbun. kau sampai. kau sampai.
demikian harapan dibangun  sejak masa kanak kita mulai bisa menelan jakun.

inilah tujuan yang nanti akan lidah kita kenakan,
selapang alamat daging rendang,
rumah -- dengan ramah dan rindang senyuman--
yang akan tumbuh dar punggungmu ketika jauh kau pintal jembatan,
sebab pulang selalu berjarak dengan berangkat,
disitu digariskan tirus takdir  dengan cermat dalam amplop terlipat
bagi  kelima jari yang gemetar ketika kepada kenangan ingin surat menyurat.

sebab lelaki yang telah rekah akil balignya akan dilepas surau
selesap panah dari busur,  menanggalkan jejak sajak
di celah geladak kayu teluk bayur.
dari sana anganmu  sesekali diangin-anginkan dari debur ke debur.

tiap kepala memang seringkali tumbuh senyiur pohon-pohon
kelapa, menunggu cara cuaca menjatuhkan buah paling tua, agar tanah
mampu menggurihkanya.
ketika jam telah lama dimasak dengan dada yang kian sesak,
peluh yang melepuhkan jantungmu jauh lebih banyak,
melebihi--bumbu pamasak--,
dua dan delapan dalam perbandingan.

maka tabuhlah pinggan-pinggan yang menarik perutmu,
perut yang menggelisahkan betapa terlalu lama
lengkuas, jahe, kunyit dan serai memufakatkan matang;
kering namun tak juga gosong, kaku namun tak juga keras,
kesabaran tak boleh bercampur dengan was-was

SIAPA KIRANYA YANG MELEMPAR TEKA-TEKI
KE DALAM  ES TEBAK INI

dari duduk kalian, berlompatanlah yang menebak-nebak
lengan siapa sebenarnya melempar tali teka-teki, mengular
di leher tahun berisi kolam yang diterjuni pelangi,
tempat para peri perempuan menunggu  jatah datang bulan
dengan tari serta nyanyi-nyanyian menemani
kegembiraan yang berhasrat  dimandikan.

sembari  mengais  sesuap demi sesuap cincau yang berenang-renang
di dasar gelas kau bertanya, sejauh apa perjalanan dahaga.
sejauh hujan pandanganku ketika kehilangan penadah matamu, jawabnya
ia selalu berdoa untuk senyummu yang susu kental manis,
yang sering leleh selilin-demi selilin, menyalakan seluruh terowongan
dalam tubuhmu  yang dibungkus remang kenyataan.

angka-angka itu kemudian kau susun berurut mengisi
dini hari bibirnya yang berulangkali mengecup semua terik kenangan
yang sedemikian merentakan keningmu.
agar engkau bisa menduga-duga, kenyal hidup terbuat dari apa.
sebab bahkan terigu dan tepung sagupun sering meng-kalis-kan rahasia.
seperti  kedai es ini yang membiarkan pertanyaan silang menyilang
begitu saja. aih, sepasang gelas es tebak ini betapa cintanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar