Kamis, 29 September 2011

Puisi Nidhom Fauzi

NIDHOM FAUZI, lahir di Pasuruan 21 Juni 1977. biasa dipanggil Bung Nidhom, anak ketiga dari tujuh bersaudara,kecintaannya terhadap sastra sejak SMP, lulusan SPMA ini hobi membaca buku, menulis, touring, saat ini tinggal di Ponorogo, tercatat sebagai salah satu pendiri komunitas sastra Ponorogo “Gebang Tinatar” yang sampai hari ini masih eksis dan diakui sebagai komunitas perintis dibidang sastra di bumi reog Ponorogo.

PUSAKA PADANG

Indak lapuak dek hujan
indak lakang dek paneh

Dimanakah engkau simpan
sisa baju kering kemarin
Bundo ?

Pada bilik-bilik rumah Gadang
atau; itukah mutiara puncak Gonjong
Bundo ?

Aku takut-
bila Padang itu bukan lapang
tapi…..
Padang itu lebih dari sebuah pedang

Ponorogo, 27-09-2011

JIWA PADANG

Bila matahari esok, masih
berbagi sinarnya; kembali, kembalilah
“ wahai jiwa-jiwa yang lelah !”
warisan pusaka sebelum musnah

/1/
Tsunami menghampiriku, jendela belum terkunci, ketika berita ketakutanku, tenggelam dilintasan pacuan kuda Tunggul Hitam. Kabar udara pagi engkau tertawa dipinggiran Monas, meludah diatas menara Eiffel, dan bersujud dibukit beton Petronas. Piring-piring kosong bekas perjamuan, menengadah acuhkan meja restoran fastfood seberang jalan. Akhir pembenaran derita nan dirantau negeri sang Tuan.

/2/
Bersembunyilah malam dipunggung bukit Gunung Padang, atau telungkup dibawah jembatan Siti Nurbaya. Jangan berharap Bundo mencari engkau, sebelum seluruh nagari dan surau-surau mengalunkan adzan, mengalirkan jiwa Padang. Merasuk dalam keheningan dasar palung samudra Hindia. Merekam jejak rekahan, mengulang pertanyaan rindu yang terbenam. Puing-puing do’a berdamai menunggu terbitnya fajar.

/3/
Bumi kandung boleh ;
bergetar
bergemuruh
meronta
luluh lantak
-tradisi bencana
Tapi….
Padang punya sejarah
Padang punya selera
Padang punya rasa
Padang punya budaya
Padang masih punya agama.

/4/
Tak akan kubiarkan engkau merangkak ditepian ngarai, mengeluh dan meratap disepanjang sehiliran Batang Kandis. Sebab sepi bukan jawaban atas musibah. Cerita Malin Kundang belum usai, andai Sutan Syahrir tidak kehilangan cambuk pena emas. Bersiaplah menari Balanse Madam, mencari pusaka yang hilang.

/5/
Maka akan kudatangi engkau
disetiap putaran detik-detik Jam Gadang
Maka akan kusinggahi engkau
disetiap bilik-bilik rumah Gadang
ditumpukan baju pengantin
dikearifan bahasa kandungmu.

/6/
Meskipun engkau mulai malu memanggil Bundo
Meskipun engkau enggan berbahasa Minang
Meskipun engkau menatap ketakutan
Meskipun engkau menghitung jari
pada goresan luka lebam disekujur tubuh Bagindo Azizchan
bukan keluhan beliau tinggalkan
atau penyesalan beliau torehkan
atas 36 tahun perjuangan hidupnya,
tergambar sejarah, mengulang semangat,
terpatri demi cita merah putih. Tertancap dalam bumi merdeka,
Padang punya sejarah !.

/7/
Kutinggalkan engkau dengan kepastian dan keyakinan. Berhenti mengaduh Padang Kota Tercinta. Karena keraguan tak akan pernah engkau jumpai walau dimalam purnama. Sinarnya mengajak engkau,
bendandan
bercanda
ceria
menari
berdendang
gurindam lama.

/8/
Disetiap jengkal batu bertuah
dalam hembusan angin malam
mengantar cerita sepanjang teluk Bayur
pulanglah, -pulang-
perantau ulung
sebelum aliran darah silek berseru
hari ini kami kembali
hari ini kami berdiri
hari ini kami pasti berdikari.

Ponorogo, 27-09-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar