Jumat, 30 September 2011

Puisi Ignatius Dwiana Mulyanto

IGNATIUS DWIANA MULYANTO, berasal dari Yogyakarta dan pernah tinggal beberapa lama di Padang, di daerah Kuranji. Karyanya pernah diterbitkan dalam Antologi Sains Fiksi "Menanti Pahlawan Kembali" oleh Bisnis2030. Kuliah di Psikologi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Sering mengikuti pelbagai workshop dan seminar dan katif dalam berorganisasi. Pernah menjadi Staf Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sanata Dharma (BEM USD) Yogyakarta, Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas Aquinas Cabang Yogyakarta, dan Koordinator PMKRI Komda II Regio DIY-Jateng.
Semasa di kampus, menjadi kontributor di Natas, majalah pers mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Kemudian menjadi kontributor Praba, majalah Katolik lokal Yogyakarta, dan cerpenis untuk majalah Hidup, majalah Katolik nasional.

PADUAN SUARA KATA DAN NADA

Ke Padang aku berderap.
Berhambur dari tanah ke lain tanah
mengukir kenangan jadi sejarah.

Lebih baik aku tuliskan daripada sekedar lisan,
waktu demi waktu yang aku lewatkan
supaya di pikiranku tercengkeram kenangan.

Aku coba tidak mengalah
pada karat usia yang menggerogotiku.
Aku coba terus mengingat
waktu yang aku lewatkan tempo dulu.

Tempo dulu  adalah kilasan ingatan,
waktu bergulir di sebuah wilayah
yang disebut-sebut dengan Swarnadwipa
dan aku pernah tinggal di salah satu bagiannya.

Di pesisir baratnya aku menggulati waktu
untuk mengunjungi kekasih hatiku.


Kekasih hatiku adalah buah hatiku,
dengan dukalaranya yang membuatku pilu
sehingga ke Padang memaksaku.

Dukalara kekasih hatiku adalah waktu.
Dukalara kekasih hatiku adalah sejarah
yang telah menikam jantung hatiku.

Biarlah ini aku lontarkan menjadi cerita
yang aku kidungkan dalam nyanyian
di keramaian kota hingga lorong gelapnya.
Biarlah aku gemakan walau tenggelam
dalam debur ganas ombak tsunami.

Biarlah aku bercerita pada para pekerja,
biarlah aku berbagi rasa dengan korban bencana,
biarlah aku menyapa yang kaum papa,
biarlah kata jadi porak-poranda,
asal bukan tersayatnya hati anak manusia.

Dari Padang aku berderap,
mengantongi banyak cerita
dan memuntahkan segala isi kepala.
Di sana aku menyemai cinta,
menyembuhkan setumpuk luka
dan mencoba bagikan setangkup asa.

Aku rangkaikan ini semua dalam jalinan kata.
Jalinan kata akhirnya jadi cerita
diramu dengan keindahan nada
sehingga jadilah musik merdu berirama
dilantunkan dalam gamat yang bergelora.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar