Jumat, 30 September 2011

Puisi Erwan Juhara

ERWAN JUHARA, adalah Penulis dan Pengarang; Guru SMAN 10 Bandung(dulu di SMAN 1 Maja dan SMAN 1 Sukahaji Kabupaten Majalengka; Dosen MKU Bahasa Indonesia dan MKU Sejarah Kebudayaan Indonesia di Jurusan Mandarin Akademi Bahasa Asing(ABA) Internasional Bandung; Pernah Tinggal di Padang1994-2001.  Ketua Umum Yayasan Jendela Seni Bandung, Pengurus Ikatan Penerbit Indonesia(IKAPI) Jabar; Ketua Umum Asasiasi Guru/ Dosen/Tenaga Kependidikan Penulis/ Pengarang (AGUPENA) Jabar. Tulisannya berupa artikel, esai, cerpen, puisi dll. dimuat di berbagai media massa lokal, nasional, asteng. Beberapa kali menjadi juara lomba menulis di lokal dan nasional. Kini tinggal di Jalan Sukapura 79 B Gang Anggrek RT 01 Rw 02 Kiaracondong-Bandung.

HIKAYAT MALIN KUNDANG

Berlari-lari sepanjang tepian Pantai Purus
Menuju  kedai udang goreng dan telur Penyu rebus
Di ujung Musium Adityawarman dan Taman  Budaya
Bersama gemuruh nyanyian ombak Pantai Padang
Dalam demam rindu yang hampir membunuh
Niat para pemuja cinta sejati, konon mengharu biru
Seperti  Marah Rusli mengisahkan Siti Nurbaya

Kau tetap berlari hingga Batu Malin Kundang
Memaku langkah kaki di Pantai Air Manis
Ada legenda cinta dan kesetiaan masih tergambar
Pada serpihan batu yang rapuh diterjang abrasi
Haruskah kita menjadi Malin Kundang kembali?
Meski di ujung Tabing, gapura kota kian memanggil
Dalam pemeo para Sumando dan Anak Nagari..
“Padang nan Dicinto, Padang Kota Tacinto...”

Padang, Akhir 2010

PADANG: ANTARA BENCI DAN CINTA

Memandang Padang dari Jam Gadang Bukittinggi dan Ngarai Sianok
Mengenang kisah sang Midun dalam Sengsara Membawa Nikmat
Mata hati dan pena Tulis Sutan Sati

Memandang Padang dari Padang Panjang, Negeri Serambi Mekah
Silaiang Karang menerjunkan asa sang Air terjun Lembah Anai
Khayalan sendu kaum jelata dan slum sepanjang rimbo Malibo

Memandang Padang dari negeri Kayu Tanam
Ada Randai sekarat bersama hikayat INS
Ditinggalkan Angku Syafei dan Navis

Memandang Padang dari Gonjong Matahari dan Ambacang Plaza
Ada gemuruh musik triping meruah bersama budaya hedonis
Sepanjang tepi Bundo Kanduang, Simpang Kantin, Plaza Andalas
Hingga pekak musik koplo sepanjang angkot Terminal Andalas

Memandang Padang yang berganti tubuh dan warna
Merindukan sapa ramah uda dan uni buah didik sang Imam Bonjol
Merindukan lelaki berpeci dan gadis padusi berselendang merah
Santun, sederhana, bersahaja sebagaimana kisah HAMKA yang abadi
Di Bawah Lindungan Kabah menjadi Ode masa lalu
para pejuang Minangkabau yang kian luntur
Hanya rasa sesak menimpuki dada, menusuki hati sunyi
Tapi jantung ini tetap lengket dalam degup dada Padang
Bagai daya magis negeri ibarat dan pepatah para tetuo adat
“Cinta macam apa pun, tetap lebih baik
Daripada segala macam rasa benci….!”

Padang, 2008/2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar