Kamis, 29 September 2011

Puisi Roby Aji Dorna

ROBY AJI DORNA, lahir di Bogor, 24 Juni 1992. Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. Bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS Bandung) dan Forum Kajian Filsafat “5”.

PADANG-PADANG KUDA SUMBAWA

:padang kota

Apa yang bisa kukatakan tentang sebuah padang yang tiba-tiba terentang di kepala. Ia hanya akan terus meminangmu tanpa henti, dan  kau  tak  kan bisa menolak. Ia keluar dari botol-botol parfum dan menjelma asap beraroma hutan tropis. Daun yang basah dan kanopi yang rapat. Kemudian asap yang meringkik seperti kuda sumbawa, menjalar ke hidung-hidung mencari jalan masuk.
Sekarang bayangkan lagi, betapa kuda-kuda Sumbawa telah merangkak mendobrak tekak fikiranku. Ia membawa padang berupa asap dan keluar menyerupai botol-botol parfum. Padang rumput terjebak dalam botol parfum, dan botol-botol parfum  masuk ke hidungku. Padang pasir terjebak dalam botol saus, dan  botol saus masuk ke kepalaku dengan tutup yang belum terkatup. Padang langit begitu luas dan ia terjebak di botol-botol sirup, ia masuk ke tenggorokanku dan menyendat serupa maut.
Dalam perutku, botol-botol mengalir. Menjadi padang gedung bertulang. Menjadi padang pelindung kepala. Menjadi padang pertempuran. Menjadi padang keuntungan, padang kerugian dan padang kematian. Segalanya menjadi lengang. Dan aku merasa sepi. Maka masuklah ke dalamnya bersama botol-botol plastik. Di sanalah segalanya  meregang, menjadi sebuah padang milik kuda Sumbawa.

Bandung, September 2011

SURAT

Salam,
Hai apa kabar? Tentu  kau baik-baik saja.
Aku pun baik,Budi. Sudah lama aku  ingin berjumpa.
Oya, Andai kau turut pelajaran menulis surat tentu kau sangat senang. Ini yang aku buat.
Sebetulnya ingin kutulis tentang kotamu. Tapi tak bisa, aku dan ibu belum pernah ke sana.
Lalu aku ingin menulis tentang rendang, tapi pasti kurang pedas. Ibu mengurangi cabainya.  Ayah bilang, “harga cabai sangat tinggi”. Kau tahu? Kalau saja ia tak lebih tinggi dari tubuhku, aku berani berkelahi dengannya. Tentu saja agar aku bisa mencicipi rendang terenak buatan  ibu. Ibu belum pernah ke sana, tapi ia tahu cara membuat rendang dengan atau tanpa cabai. Ketika TK dulu ibu pernah membuatnya,sekali  itulah makanan paling enak seumur hidupku. Sekarang tak pernah lagi.
Aku akan menulis tentang Padang. Tapi nanti. Ketika aku besar dan  punya sayap. Sebab ibu bilang, “ke sana harus naik pesawat dan harga pesawat itu selangit”. Dan aku akan terbang ke langit supaya bisa naik pesawat dan pergi ke Padang. Dan aku bisa menulis surat tentang kotamu, seperti anak-anak  yang lain.
Di sini sudah malam. Aku takut ibu marah. Sudah dulu ya, Aku  ingin melihat kotamu dari atlas sambil menunggu balasan.
Salam manis,
Sahabatmu: Ani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar