Senin, 26 September 2011

Puisi Dedi Oscar Adams

DEDI OSCAR ADAMS, lebih suka dipanggil Adam. Dilahirkan di Jakarta 32 tahun silam. Dibesarkan di Kota Padang. Kampung kecilnya adalah Simpang Anam, sekarang menjadi bagian dari Kelurahan Kampung Pondok, sebuah Kawasan Pecinan dan disebut-sebut sebagai pusat kuliner di Kota Padang. Menamatkan sekolah hingga perguruan tinggi di Kota Padang dan pernah menjadi jurnalis di beberapa media massa cetak dan elektronik di Kota Padang dan Pekanbaru sebelum akhirnya menjadi seorang pegawai negeri sipil di Kota Pariaman.

SITI NURBAYA TAK LAGI NESTAPA

Selaksa cerita telah berlalu
Tak terasa usiamu kini semakin larut saja
Biduk-biduk di Teluk Bayurmu...
hingga rimbun hutan raya bung hattamu,
menjadi saksi bisu berjuta rasa di sukma
Membingkaikan satu kenangan indahku dengannya

Bak gadis jelita, kau pernah jadi rebutan eropa pada masanya
Perniagaan emas, teh, kopi dan rempahmu…
Amboi! sungguh menggoda.
Kau tumpuan hidup bagi beragam bangsa.
Yang berlainan warna kulit dan bahasanya
Sungguh, Kau ada di tengah-tengah pulau emas dalam legenda cindurmata

Pernah
keelokkan itu seolah sirna
tatkala prahara yang mengguncangkan bumi melanda
ratusan nyawa tiada
jiwa jiwa takut mati, kecut dan pasi

Aah… itu kehendak Sang Perkasa
Kurasa itu suatu pertanda
kau akan kembali jaya, jika kau bisa
Bangkit lagi seperti sediakala
Bukankah ujian itu dipergilirkan-NYA pada tiap-tiap negeri dan masa?

Tapi kini Kau seperti merana
Kau… kau tak indah lagi
Tangan-tangan busuk menambah koyak cabikmu
Kau… kau seperti tak terurus

Ku tak rela, kejayaan itu hanya menyudut di Museum Adityawarman saja
Atau menua, berlumut lalu hancur seperti bangunan belanda di tepi muara itu
Tidak!

Aku yakin
Tak ada kata terlambat

Hentikan suara dan buktikan kata-kata
Jangan lagi bertanya, “Siapa yang salah?”
Saatnya meraih cita-cita yang tingginya melebihi bintang Persia
Percuma mengumpat pada petinggi…

Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan kami lalai
Izinkan kami merasakan manisnya kejayaan itu
Anugerahkan kepada kami pemimpin amanah untuk membesarkan negeri ini.

Berikan kesempatan kami untuk membuat-Mu bangga akan kota ini
Sehingga Siti Nurbaya pun tak lagi nestapa.
Dan, dari pembaringannya di Gunung Padang, Siti pun tersenyum sambil berkata “Kunjungilah Negeri Padang. Kenanglah dia untukku.”

PADANG, APA KABARMU?

Padang , apa kabarmu?
Masihkah debur ombakmu laksana pujangga bersyair?
Ku rindu senja di kota lamamu
Ku teringat masa indahku bersamanya
Oh, Padang , Masihkah kau indah?

Padang , apa kabarmu?
Kau memang pernah terluka
Biarkan saja
Biar saja perih itu berlalu
Pelan namun pasti, indahmu kan kembali

Padang apa kabarmu?
senang bisa mengenalmu
Menatapmu, mengagumi pesonamu
Andaikan waktu bisa kembali
Setiap denyutmu, adalah cerita abadi

Padang , apa kabarmu?
Muara sentiasa pasang surut, tak terkecuali juga Kau
Masihkah ada sosok pemimpinmu laksana Aziz Chan?
Yang berkata “Entahlah, kalau mayat saya sudah membujur, barulah Padang , akan saya tinggalkan”

Padang , apa kabarmu?
apapun adanya, kaulah identitas kebanggaanku
kota tempatku dibesarkan,
dan kota tempat aku ingin dikuburkan,
Kota Ku, Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar