DG. KUMARSANA, lahir di Denpasar 13 april 1965, menulis sejak duduk di bangku SMP berupa karya-karya puisi, cerita pendek, novellet, novel, essei, prosa dan feature. Pernah ikut aktif di Sanggar Minum Kopi Bali. Pernah bergabung di sanggar sastra Persada Bali. Pernah pula tergabung dalam HPCP (Himpunan Pencinta Cerpen & Puisi) Kakilangit, Ciawi Bogor (1983) Beberapa kali tulisannya menghiasi halaman sastra setiap minggu di Bali Post dalam kegiatan sastra gradag grudug. Menjadi wartawan majalah Gema Karya yang bergerak di bidang farmasi dari tahun 1984- sampai sekarang. Pada tahun 1990 pindah ke kota bumi gora mataram sebagai buruh obat dan berusaha tetap aktif menulis karya-karya fiksi hingga kini, terutama sajak, cerpen dan prosa. Tulisannya tersebar dimuat di Bali Post, Suara Tenggara, Karya Bakti, majalah Ceria Remaja, Lombok Post, majalah Ekspresi, Koran Kampung, mingguan Bali Orti edisi bahasa Bali dll. Beberapa karyanya termuat dalam Majalah berkala Canang Sari dan majalah Satua edisi bahasa Bali. Puisinya termuat dalam antologi puisi penyair Nusantara V Palembang (Dewan Kesenian Sumatera Selatan, 2011). Puisi dan cerpennya juga tergabung dalam Antologi Puisi dan Cerpen Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan Mojokerto (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010). Salah satu puisinya yang berthemakan ’Ibu’ termuat dalam Antologi 100 puisi ibu (Welang Publisher). Bukunya yang telah terbit berupa kumpulan puisi berbahasa Bali ”Komedi Birokrat”. (Pustaka Ekspresi, 2010). Antologi tunggal cerita pendek berjudul ”Senggeger” (Pustaka ekspresi, 2010).
KERIS SIKATI MUNO
Berapa luk yang telah kau asah dalam pertarungan
apakah bagai naga sikati muno yang jelajahi luk keris bertuah
berhari-hari dalam peram mata nyalang
berhari hari mengasah
menjaga kedamaian hingga kau temukan sungai tarab
mata air keberikut yang menjernihkan hati
bermula hingga bertemu bungo setangkai
sebuah negeri muasal setangkai teratai
lalu siapakah pewaris keris sikati muno kini?
berapa luk yang tersisa, seberapa kesuburan yang terasah
membumi dalam tanah Minang
hingga kini
Sept, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar