Selasa, 27 September 2011

Puisi Jhody M. Adrowi

JHODY. M. ADROWI, nama pena dari Masjudi, lahir 1987 di kampong Somber Sere, Gapura, Sumenep, Madura. Menulis puisi sejak MTS, dan sering menjadi juara pada lomba baca puisi di sekolahnya (al-In’am), Banjar Timur, Gapura,  hingga SMA-P. Puisinya pernah dimuat di majalah pesantren an-Nuqayah, juga di Koran-koran lokal seperti Radar Madura, majalah online Lampu Bali, IJTIHAD YASALAM. Dan puisinya juga dinobatkan sebagai juara I di Minda Media Group Mei 2011. Puisinya mulai masuk pada berbagai antologi, salah satunya di MCR.  Aktif di forum diskusi kesusastraan “Nemmu-Phei-Djogja”. Kini sedang melanjutkan studynya di Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

BERIRING SAJAK TAFAKKUR RINDU
            PADA HALAMAN KOTA PADANGKU

Dalam baris jemari ini, kian menari pesona lapang Padangku di kujur pesonanya. Patrikan jengkal hayat diri, memagar rindu, yang tergurat mesra dalam tari asma’-asma’ melirih dawai puji berkah kota ini. Indah nian merekah. Sekian tumbuh ilalang, berdesir antara denting seruling bersama lagu syahdu,  tercipta pada kedalaman hati para pecinta sajak. Bertaburlah bunga pada dahan-dahan yang rampai, reranting pun kokoh mendiami hati para pujangga. Menari bersama rakyat Padang. Mengukir sentosa, dalam kemakmuran tafakkur rindu. Terbukalah jendela hati, terdengar lamat nada:
           
            AYAM DEN LAPEH ;
            Luruihlah jalan payakumbuah, babelok jalan kayu jati.
            Dima hati indak kan rusuah.
Ayam den lapeh, o..oi….. Ayam den lapeh
Mandaki jalan Pandaisikek, manurun jalan ka Biaro
Di ma hati indak maupek awak takicuah.
O….oi ayam den lapeh ;

Menggiring tari-tari bersama semai pagi, menindai makna jujur hangat yang kian terpintal dalam bait membait damai tersulam kedalaman jiwa. Tertuang haru, dalam putaran memoar masa. Denting lagu itu. Merengkuh kian sujud dalam asa yang mencagak usia. Padangku, menyaksi relief rindu, pajangkan keluhuran mozaik berparas berkah wangi tanah nan barisan keluhuran.

            Sikua capang sikua capeh
            Saikua tabang sikua lapeh

            Tabanglah juo nan karimbo
            Ai lah malang juo
            Pagaruyuang jo batusangka
            Tampek mendaki dek urang baso
            Duduak tamanuang tiok sabanta

            Oi takana juo. Den sangko lamang nasi tuai
            Kironyo tatumpah kuah gulai
            Awak ka pasa alah usai
            Oi lah malang denai

            O...oi ayam den lapeh
            O…oi ayam den lapeh

Mulai tereja sempurna pajang kota ini, dalam undak berundak kata yang mulai tersusun dalam bait dan denyut nadi yang tersirat tak berujung. Ucapkan getar-getar pandu do’a yang tergiring dalam uskup dan kudus tabiat, kian mengakar patri alun kisah dari pangkal sejarah.
Kota Padang kita, meranum pada skema tindai tadarus dan petuah-petuah, menelisik nasehat ragam Tsaqafah**, di sempurna kibar istijabah. Mendalam raga merdeka, dengan restu alir darah yang membasah di arah air mata.

**Budaya (Bahasa, Arab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar