Selasa, 27 September 2011

Puisi Muhammad Zikri

MUHAMMAD ZIKRI, dilahirkan di Bukik Batabuah, Kecamatan Canduang Kabupaten Agam. Alumni MTI Canduang dan sekarang tercatat sebagai mahasiswa Universitas Andalas semester 3 jurusan Agribisnis. Puisinya pernah dimuat dalam antologi Sebilah Sayap Bidadari: Memeorabilia 7,9 SR.

CATATAN MAKHLUK CACAT

Sepasang kakiku batu
Namun bukan malin
Bukankah dua tahun yang lalu ibuku mati
Ha ha ha…lalu siapa yang lebih pantas mengutukku
Kenapa lupa,,,si pikun sebelah rumahku pun ingat
            “Jangan hanya percaya Tuhan jika 1 + 1 = 2
              Tapi tetap percaya tuhan meski 1 + 1 = 5”
Untung saja guru matematika ku seorang tuli
Pak haji tamu bapakku pun perjaka bisu
            “Katakan pada bara tentang nyala si api biru
              Sebelum arang mendustai abu
              Karna aku terlanjur jadi asap”
Si kurir suruhan tuhan bernama taqdir
Di daftar isi atau daftar pustaka kah harus ku lampirkan???
              Si butapun hafal warna marawa
              Kenapa mesti pinjam spidol tetangga
Tak setespun susu harus kau sedot
Jika pipet tercelup nila
Madu ataupun tuba, sama saja bagi bujang yang terjun di bahu Nurbaya
Bukan karna aku kerbau yang menolak sepasang sayap
Ataupula pungguk yang enggan di ajak Neil Armstrong ke bulan
              Karna cukup empat kaki dan sepasang tanduk
              Lalu meniup saluang di punggungnya
Di sawah ibuku yang entah tikusnya terlalu kejam
Atau orangan sawah terlalu diam
Mungkin rangkiang tak berpadi
Mungkin jua kincir air tak berlesung lagi
Kerbau pedati,.,tolong dengus lalu hunus
              Sebuah contekan masa lampau
              Dari jimat tuhan sebelum manusia jadi cendawan
              Ibu kotaku menggeliat
             Bak naga  terpingkal-pingkal di gelitik hujan
              Namun tak ada yang tertawa, kecuali airmata
              30 September 2009
“HARAP TENANG ADA UJIAN”
“KENALKAN…NAMAKU  TUHAN”
              Lalu kado apa lagi yang lebih pantas???

Padang, 22 September 2011

SEPERTIGA SEPARUH  DUAPERTIGA UTUH

“Sesuap saja bu,,,”
            Sepertiga tubuh membatu
            Kundang ingat kandung
“Kunyah lah nak,,,”
            Sepertiga sesal menggumam
            Ibu ingat iba
“Bukankah di tumitmu surga di semat bu,,,?”
            Separuh sudah membatu
            Senja belum membuta
“Kau lupa nak,,,di ketiak ku nerakapun dipeniti”
            Separuh kutuk mengangguk
            Taqdir setuju lalu mendongak
“Pusarku pusarmu jua,,,”
            Dua pertiga kian kaku
            Batu siap mengatup
“Namun pusaramu bukan pusaraku nak,,,”
            Dua pertiga doa maqbul
            Ombak terus amiin kan
Dua titik bening belah pipi keriput
.“utuh…”      
Mayat dan nisan tak bisa di bedakan
            Semua sama batu
            Malin dulu kau janin
Tangisan terbahak dan tawa tersedu  jua tak bisa dibedakan
Semua sama pilu
Ibu dulu kau rahim
            Asin namun tak asing
            Pantai aia manih terima kasih
            Lengkapi kopiku
            Dimalam yang tak mau pagi.
            Tak ingin pagi
            Tak bisa pagi

Padang, 22 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar