Kamis, 29 September 2011

Puisi Musawir

MUSAWIR, lahir 25 Agustus 1984 di Bareco, sebuah desa kecil di nagari Bukik Batabuah, kecamatan Candung, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Alumni UNP  jurusan Ekonomi Pembangunan. Sudah hobby menulis sejak menjadi mahasiswa. Tulisannya berupa artikel, opini dan puisi yang sudah pernah dimuat diberbagai surat kabar harian dan media massa lainnya. Karya terakhir adalah cerpen yang telah di muat dalam antologi cerpen 25 cerpenis Sumatera Barat Potongan  Tangan di Kursi Tuhan. Sekarang selain bekerja di salah satu BUMN juga aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan.

ADIPURA

(1. Kau, Aku dan Adipura)
Seusai bebening langit menukik
Kau lihat aku mengunyah kulit bengkuang.
Separti biasa, aku pura-pura menengadah mata
Menyogok pelangi dari pada grogi.
Lalu ku telan ludah rasa aneh
Dan kau tertawa kecil sambil menutup bibir via jemari
Mungkin kau juga pura-pura.
Kau dan aku berteduh di Adipura
Setidaknya aspal kotaku tak gelimang
Dari kulit bengkuang yang tadi ku kunyah
Dari buangan jendela mobil mewah
Konon kabarnya dia tunanganmu.
Adipura tau airmata tak pura-pura,
Namaku pemulung
Ibu kota memanggilku “Adipura”

(11. Mereka, Adipura dan Tuhan)
Jajaran gedung sejajar Adipura,
Berjejer gudang nasib tak sejajar.
Dalam gedung itu mereka bermain ular tangga
Dadu nasib
Digoncang
Diputar.
Di kantong mereka
Tangga untuk pejabat
Ular untuk rakyat
Permainan ular tangga kian memayat
“Adipura adukan pada Tuhan tentang gedung kotor”

(111. Pungut)
Sudahlah,,,pungut saja ceceran
Pilih jadi mayat atau pelayat
Pilih jadi sampah atau tong sampah
Cukup tak jadi penyampah
Buang kami ke surga Tuhan
“tak pura-pura Adipura, amiinkan”

CARITO DALAM CARANO

Jika hanya dengan sate pastikan aku Padang
Tusuklah…
Asal tak kau copy paste randang bundo
Lalu kau julurkan lidah
“Sumtera barat tidak budaya barat”

Jika dengan saluang saja yakinkan aku minang
Tiuplah…
Asal tak kau sample baju kuruang bundo
Lalu kau busungkan dada
“Sumtera barat bukan budaya barat”
Pencuri itu bernama siapa?
Penila susu itu bermerek apa?
Kota ku mengadu,
Dalam sedu sedan,
Oleh zaman penipu.
Dimana mamak tertawan
Naskah randai hanyut
Tuan dan puan sibuk apungkan individual
Dimana kamanakan terpaut
Dengus kerbau jauh lebih jujur
Tak kau dengarkah…?
“Negriku di ujung tanduk”
Sabongkah pinang
Sakapur siriah
Ayah balinang
Bundo marintiah
Carano menyudahi cerita, lalu menyuguhkan doa
Kado untuk kita Padang.

Padang, 28 September 2011

1 komentar:

  1. Mulai sedikit sedikit memahami puisinya, jadi pengen nonton randaiiii.... *apa hubungannya coba
    Mudah2an menang yaaaa.. :)

    BalasHapus