Rabu, 28 September 2011

Puisi Novita Efendi

NOVITA EFENDI, lahir di Batusangkar, 1 November 1990. Mulai menulis ketika masuk perguruan tinggi. Terinspirasi dari dosen-dosen bahasa yang selalu mengungkapkan bahwa “Tulisan adalah Rasa”. Awalnya menulis puisi hanya untuk tugas mata kuliah, akhirnya merambah ke media massa. Puisi pertamanya muncul di media massa Padang Ekspres dengan judul “Ibu dan Sajadah” dan diikuti dengan judul-judul puisinya yang lain. Sekarang terinspirasi membuat puisi tentang kota Padang yang menyimpan sejuta kenangan. Di tengah padatnya jadwal kuliah dan aktivitas di dunia organisasi kampus.

RENDANG SANG JARGON PADANG

Aku teringat…
Cita rasa yang menempel di lidah
Kelembutan sang umbi tanah yang menggugah selera
Hitam pekat tanah humus
Makin hitam, makin menggoda
Kenikmatan tiada tara
Sekilas pandang, jantung pun merekah
Sungguh…
Bayangan menari-nari di pelupuk mata
Membuat jiwa tuk rasakan
Lagi…
Lagi…
Lagi dan lagi…

Siapa sangka?
Rendang padang buatan tangan
Malaikat-malaikat penikmat rasa
Tinggalkan cerita suka
Kuatkan daya khayal
Buat rindu lambung-lambung yang kian terseok-seok
Inginkan rending si hitam legam

Ini tak mudah…
Rending sang jargon Padang
Di buru-buru kian membara
Lambung-lambung kelaparan merajalela
Hasrat hati ingin ke Padang
Tuk penuhi nafsu sang biduan

Rasa…
Kelezatan…
Kenikmatan tiada tara
Mengendap di seluruh jiwa
Membara bak si jago merah
Membutakan selera kuliner tak beharga
Bersaing tuk nikmati
Kuliner surga rasa
Rendang hitam legam
Sang jargon Padang 


PADANG, 30 SEPTEMBER 2009

Ku bingung saat bumi ini terbatuk dan tersentak dari tidurnya
Semua makhluk keluar dari tempat persembunyiannya
Bagaikan sarang lebah diganggu petani madu
Hiruk-pikuk tak tahu arah
Gelombang suara mematikan hasrat hidup di dunia
Indahnya hidup tak terasa, seakan masuk ke alam baka
Ku berlari tak tahu arah
Jalanan padat dimakan massa
Tak ada yang ku kenal
Tak ada hasrat untuk menyapa
Semua sibuk dengan gerakan seribu langkah
Membuat batin tersiksa
Raga tak lagi terasa
Tapi, hasrat tuk hidup masih ada
Ku selalu berusaha,
Tak ingin hidup sampai binasa
Dengan dosa yang merekah
Ku tak ingin bawa raga ciumi tanah
Sebelum ada pengampunan dari Yang Maha kuasa

Saat harapan itu masih ada
Secercah kebahagiaan terselubung di dada
Aku bertahan,,
Sampai perlombaan ini mencapai finisnya.
Namun, padang tercinta remuk dimakan gempa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar