Kamis, 29 September 2011

Puisi Na Lesmana

A LESMANA, lahir di Tangerang, 7 Juli 1992. Anak ke-empat dari enam bersaudara. Lulus dari SMK Islamic Village pada tahun 2010. Aktif menulis puisi dan prosa. Tulisan-tulisannya dimuat di Horison Kakilangit, Jurnal Bogor, Satelite News Tangerang, Tangerang Ekspress dan media elektronik seperti Kompas.Com, serta di bunga rampai Padang 7,6 SR (Bisnis 2030, 2009), Munajat Sesayat Do’a (LeutikaPrio, 2011) dan Memburu Matahari (Bisnis 2030, 2011). Sekarang sedang menjadi guru Sastra dan Teater di sebuah sekolah di Kabupaten Tangerang, serta editor sastra di Pulau Api Production.

DI JEMBATAN SITI NURBAYA

                                     I/
Di sini, di tempatmu diabadikan, jiwaku melayang
Menembus ruang dan waktu. Mendobrak dongeng
Membakar riwayat para leluhur. Pada malam sunyi
Yang entah, aku melihatmu menangis. Airmatamu
Bagai hujan berderai-derai, suaramu laksana pisau
Mengiris setiap jiwa, teluk dan perahu. O, Adinda
Sudikah kau menoleh sebentar ke arahku, jemariku
Kan mengusap keningmu, membasuh basah pipimu

Lihatlah pohon kelapa di pinggir pantai, angin laut
Selalu ingin menumbangkannya. Ombak yang besar
Menghapus kata-kata nelayan di pasir. Takdir dunia,
O gadis berambut hitam, menguji kita seperti Khidir
Kepada Musa: segalanya begitu aneh dan gamang.
Tapi kita yang tiba-tiba hidup dan terjebak, dan kau
Yang terpaksa menggadai cinta, lemah tak berdaya.

II/
Jiwaku tak ingin pulang ke dimensi awal, aku ingin
Menemanimu di jembatan ini. Bersama kita tengok
Alir sungai dan burung yang terbang. Bila kau mau
Kita akan berjalan di pinggir pantai, melupa deduri
Dalam dadamu. Pernikahan yang kelak kau rasakan
Biarlah menjadi cerita yang diulang-ulang, disebar
Oleh anak dan cucu. Cinta sejatimu tak akan lenyap
Ia menjadi cerita lain yang abadi. O, Nur yang suci.

III/
Kau tahukah, berpuluh tahun setelah kau menangis,
Ribuan cucu tersenyum mendo’akanmu. Kata-kata
Yang diucap mereka seperti cahaya, terbang cepat
Ke langit yang menampung setiap tetes airmatamu.
Di jembatan ini, namamu tak akan pernah dilupa:
Buku yang menulis dirimu tak pernah habis dibaca!

IV/
Kasih tak sampai, sayang tak sudah.
Sajak tlah usai, kisah tak usai

Padang, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar