Sabtu, 10 September 2011

Puisi Al Hafis

AL HAFIS, lahir di Baso, 27 November 1991. Tinggal di Baso, Agam. Alumni MAN 1 Model Bukittinggi dan sekarang mahasiswa STAIN Bukittinggi Jurusan Tarbiyah, Prodi Pendidikan Agama Islam semester III. Ia memiliki ketertarikan dalam dunia menulis terlebih dalam bidang mengarang dan puisi. Baginya, puisi merupakan imajinasi yang harus diungkapkan dan tidak akan pernah habis oleh goresan  tinta.

SERPIHAN KENANGAN

kuberjalan ditengah detak nyawa harapan
mencari puing-puing harta yang terpendam
gelak tawa mulai sering kudengar
bercerita tentang kenangan bersama dipantai purus
kembali kudekati arah ingatan yang hampir pupus
dimana deburan gelombang mengingat akan kesetiaan nurbaya menanti sang kekasih
sejauh apapun angin meniup kesamudera jauh
gelombang itu akan kembali menggapai pasir yang risih
kapan pun dia akan tetap kembali
walau di tiup berjuta kali

semarak debur ombak kembali menghanyutkan hayalku
meniti tiap lembar demi lembar kenangan tirai biru nan indah
ku ingat kembali akan kisah anak bejat diujung pantai air manis
meski itu hanya cerita mulut
dihati tiap yang mendengar pasti akan meringis hingga menangis
hai anak durhaka!!
ini merupakan i'tibar bagi anak kepala batu sepertimu
yang sering ingkar....
yang sering dongkol....
yang membuat ibumu berderai air mata
tak tahu kah kau siapa sang pembesarmu
yang memapahmu dengan sayang... dengan kasih serta cintanya
tak heran dari tanah rencong hingga mutiara hitam kenal akan kisah si Malin Kundang anak durhaka
namun tak sedikit juga telinganya buta akan kepastian
meski berjuta paruh mengucap hal yang sama

kembali nada ombak hancurkan cemasku
tiup angin rimbun tenangkan jiwaku
ku lagi berjalan disetiap sisi kota itu
menapaki tirai api yang menancap ke bumi
namun....
walau deras peluhku
walau rengkah otakku
kutetap bangga akan tanah minangku
yang rela menampung nafas kehidupan yang tak pernah terhitung olehku

memang tak sedikit keluhan
tak kecil sayatan yang digoresnya
hingga dalam membekas dalam sukma
debur yang indah menjadi darah tangis ketika sang pencipta berkata
sejuknya angin menjadi jarum yang sulit untuk dilepaskan dalam dada
sebab burung putih dilangit tak mampu halangi elang merah menangkap mangsanya
meski Padangku sedang sekarat
ku tahu kau akan tetap kuat
akan getir cercaan tanah merah merekah
yang terindah saat langit gersang dipantai nirwana
hingga akhirnya menuju kelam berkerlip bintang

Bukittinggi, September 2011

1 komentar:

  1. mantab broo0ooo,.,.,.

    bisa jdi teacher kita nich,,.,.

    moga bsa xmpe final each,.

    angkeg lach perjuangan mu,.


    slamat each,.,.,

    BalasHapus